Tuesday, October 10, 2006
Ngeblog di Bulan Ramadhan...
Ngeblog sekarng jadi hobi baru di tempat kerjaku. Untuk mengisi waktu ramadhan kali..
Ada jg temen yang baru mulai membuat blog, ada temen jg yang sudah lama punya blog tapi mati segan hidup tak mao (alias g ada aktivitasnya), mungkin terlalu sibuk atau mengalami kesulitan dalam editing template.. Ada juga yang udah lama beraktivitas sampe buat berbagai blog, ada jg yang ngisi waktu di korea dengan buat web site..
Tema blog or websitenya jg beraneka, pengalaman pribadi, diskusi di pabrik, crita anaknya, jualan dll.
Berikut ini contoh blog tmn di bagian ku :
1. www.ghozan.net
Blog ini mengabadikan nama putranaya temen, so dikasih nama ghozan.net, dan banyak bahas tentang perkembangan sehari-hari ghozan. Menunjukan rasa sayang orang tua kepada anaknya..
2. www.ghozalie.blogspot.com
Blog ini seperti bisanya bahas kehidupan pribadinya (catatan harian kali.. )
3. www.rdayt.blogspot.com
Nah kalo yg ini sedikit berbeda, kalo ini bahasnya diskusi2 dunia maya di RnD AV yang sedikit memanaskan suasana tentang aneka topik. Karena masing-masing orang punya argumen dan dasr tersendri.. klao mao lebih jelas... kunjungi ja blog ini..
4. www.hobibaca.com
Nah kalo ini yg seru..karyanya mas yogi slama dikorea. buat tmn yang hobi baca, or ingin download aneka crita silat or FLkamus masih banyak bacaan yang lain. Kalo mao baca al-qur'an jg ada kok... so Silahkan kunjungi blog ini, dijamin gratis

Masih ada sich blog-blog yg lainnya, punya tmn-temen RND-AV... tapi terlalu banyak kalo dibahas semua...
Saya ucapkan met nulis buat rekan-rekan semua dech..
posted by anif @ 11:52 PM   0 comments
Thursday, October 05, 2006
Puasa untuk barlatih mendengar
Pada bulan ramadhan kita diwajibkan untuk berpuasa, atau menahan diri. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering kali kita lebih banyak berbicara dan susah untuk menahannya atau lebih banyak untuk mendengar. Marilah kita jadikan diri kita pendengar yang baik.

Berikut saya posting tulisan dari Pitoyo Amrih

Maukah Anda Mendengar?!
"Saat ini saya sedang mengalami masa-masa sulit dalam kehidupan
keuangan saya."
"Ah, itu sih sama seperti yang pernah saya alami dulu., cobalah kita
sabar, kita rem pengeluaran kita, pilih hal yang tidak perlu untuk
tidak dulu kita beli.."
"Tapi yang saya alami ini beda."
"Ah, saya dulu juga mengalaminya. Yah, itulah yang saya lakukan, kita
pilah dulu mana-mana kebutuhan yang bisa dibatalkan, kemudian mana-
mana kebutuhan yang bisa ditunda. Lalu hemat pengeluaran, hemat
listrik, bensin. Trus,..kita coba cari dana segar dari lembaga
keuangan yang menawarkan bunga yang menarik, dari situ coba kita
bangun lagi usaha kita..", dan bla..bla.bla.
Pembicaraan tadi adalah pembicaraan antara dua orang yang kebetulan
terdengar oleh saya di sebuah ruang tunggu bandara. Kebetulan kedua
orang ini duduk tepat di tempat duduk yang membelakangi tempat duduk
saya di belakang saya. Saya yang saat itu sedang membaca koran,
justru menjadi tertarik untuk menangkap pembicaraan mereka.
Apa yang mereka bicarakan tentunya adalah urusan mereka berdua. Dan
saya pun tidak begitu tertarik lebih dalam untuk tahu apa yang mereka
bicarakan. Yang menarik bagi saya adalah gaya mereka berkomunikasi
satu sama lain. Sebuah bentuk komunikasi yang mungkin anda pernah
dengar atau bahkan pernah anda alami.
Salah satu orang berusaha untuk menyampaikan apa yang menjadi pikiran
atau perasaannya. Sementara lawan bicaranya tidak berusaha untuk
mendengar, tapi selalu memotong pembicaraan orang pertama dengan
mengatakan bahwa seolah-olah orang kedua ini sudah tahu dan mengerti
benar masalah yang dihadapi orang pertama.
Sungguh menarik memang, semua ini berawal dari masalah komunikasi
antara dua orang manusia. Dan komunikasi memang telah menjadi salah
satu bentuk keterampilan yang menjadi tuntutan setiap orang saat ini.
Coba anda bayangkan, sejak usia sekolah dasar kita telah diajari
bagaimana cara membaca dan menulis. Bahkan saat ini juga menjadi
tren, sekolah usia dini, di mana seorang anak masih harus bermain
mengasah motorik dan sensoriknya, mereka juga sudah dikenalkan
bagaimana membaca dan menulis.
Membaca yang berlanjut pada penyampaian gagasan, seperti pidato,
drama, seni peran pun, dibutuhkan keterampilan tersendiri, dan banyak
sekolah-sekolah yang juga menawarkan keterampilan tingkat lanjut
seperti itu. Menulis juga begitu, terdapat sekolah tingkat lanjut
menulis yang berisi teori dan tata cara menulis dalam menyampaikan
gagasan atau pun memotret sebuah berita.
Tapi bagaimana dengan `mendengar'? Mendengar adalah salah satu elemen
yang berpengaruh pada keefektifan sebuah komunikasi. Tapi pernahkah
ada orang yang benar-benar meniatkan dirinya untuk belajar mendengar?
Pernahkan ada lembaga pendidikan yang menawarkan sebuah kurikulum
atau jurusan keterampilan mendengar?
Kebanyakan dari kita selalu gagal untuk mendengar! Entah itu karena
ketidakmampuan dan ketidaktahuan bagaimana cara mendengar yang baik.
Atau memang mereka tidak mau untuk menjadi seorang pendengar.
Apa yang saya contohkan di awal tulisan saya, saya pikir adalah
sebuah contoh klasik yang sering kita alami. Dan saya pun bisa sampai
pada kesimpulan bahwa orang kedua telah gagal dalam `mendengar'.
Sehingga komunikasi pun gagal terjalin. Dan ini terbukti, beberapa
saat kemudian si orang pertama yang memiliki masalah untuk
diungkapkan, pada kenyataannya malah justru banyak diam. Sedang orang
kedua yang notabene tidak memiliki masalah untuk dibicarakan dan
dicarikan jalan keluar malah terlihat mendominasi pembicaraan dengan
selalu menceritakan pengalamannya.
Dan memang benar, kebanyakan dari kita, bila suatu saat kita
mengalami bentuk komunikasi seperti yang saya contohkan di atas, dan
kebetulan kita duduk sebagi orang kedua, kita selalu terjebak untuk
justru tidak `mendengar' tapi justru berusaha menyampaikan pendapat
kita yang kebanyakan seolah membandingkan apa yang dialami orang
pertama adalah sesuatu yang dulu pernah kita alami. Inilah yang dalam
teorinya disebut sebagai Autobiograpical Response.
Biasanya ada empat jenis perilaku orang kedua yang demikian. Yang
pertama adalah yang disebut sebagai advising atau menasihati. Setiap
orang pertama yang menyampaikan masalahnya kepada orang kedua. Sering
dianggap oleh orang kedua, bahwa yang diinginkan sang orang pertama
adalah `sebuah nasihat'. Atas asumsi inilah kemudian si orang kedua
begitu antusias memberikan solusi, jalan keluar berdasarkan
pengetahuan dan pengalamannya. Padahal, belum tentu yang dibutuhkan
si orang pertama adalah sebuah nasehat.
Yang kedua adalah yang disebut sebagai probing (menyelidiki). Tidak
jarang orang kedua terjebak untuk berkeinginan mewawancarai dan
menyelidiki si orang kedua. Bukan dalam rangka untuk berusaha
mengerti orang pertama, tapi seolah dalam rangka upaya untuk
mengumpulkan data untuk kepentingan orang kedua itu sendiri.
Yang ketiga adalah intrepreting (menafsirkan). Biasanya ditandai
dengan orang pertama yang belum selesai bicara, selalu saja dipotong
pembicaraannya oleh orang kedua dengan segala penafsiran-penafsiran.
Terutama penafsiran bahwa yang dialami oleh orang pertama adalah hal
yang juga persis pernah dialami oleh si orang kedua. Seperti contoh
pembicaraan dua orang di ruang tunggu di bandara yang saya ceritakan
di atas.
Kemudian yang keempat adalah apa yang diistilahkan dengan menilai
(evaluating). `Sejak semula kamu memang salah! Seharusnya kamu.',
adalah kata-kata yang biasanya dilakukan si orang kedua dalam
evaluating. Menggurui dan menghakimi! Biasanya orang
menyederhanakannya dengan istilah seperti itu.
Orang bijaksana adalah orang yang tahu betul kapan dia harus
berbicara dan kapan dia harus (hanya) mendengar. Dan itu semua
ternyata juga tidak mudah. Karena biasanya setiap kali seseorang yang
mendengar sebuah keluh kesah dari orang pertama, orang kedua selalu
saja terpancing untuk menasehati, meyelidiki, menafsirkan ataupun
menggurui dan menghakimi!
Silahkan anda bertanya kepada diri anda sendiri. Berapa kali istri
anda setiap kali berkeluh kesah kepada anda selalu kemudian berakhir
dengan di mana anda justru panjang lebar menasehati istri anda?
Atau mungkin suatu saat pernah anak anda berusaha berbagi apa yang
terjadi dengannya, pertama kali merasa tertarik dengan lawan
jenisnya, pertama kali mengalami kekecewaan, pertama kali mengalami
kegagalan, yang mereka butuhkan mungkin hanya sekedar agar anda
mendengar dengan antusias dan ikut merasakan apa yang mereka alami.
Tapi kemudian anda justru seolah menginterogerasinya!
Juga suatu ketika bawahan anda bermaksud mengadukan nasib karirnya
kepada anda, tapi justru anda merespon dengan cara menggurui dan
menghakiminya.
Sebuah komunikasi akan efektif bila di antaranya, anda mampu untuk
membawa diri anda berusaha mengerti lawan bicara anda. Upaya untuk
mengerti salah satunya adalah dengan cara mendengar, sesuatu yang
tidak pernah diajarkan secara formal di sekolahan.
Tapi, menurut saya, `mendengar' juga tidak begitu susah untuk
dilakukan. Yang dibutuhkan mungkin hanyalah sebuah ketulusan.
Ketulusan untuk jujur pada diri sendiri mau berusaha untuk mengerti
orang lain.
Sumber: Maukah Anda Mendengar?! oleh Pitoyo Amrih
posted by anif @ 8:29 PM   0 comments
About Me


Name: anif
Home: Bekasi, Jawa Barat, Indonesia
About Me:
See my complete profile

Previous Post
Archives
Links

Telah Dikunjungi Kali
Template By
Free Blogger Templates